Refleksi Kritik : POROZ Dorong Digitalisasi Perizinan Amil Zakat

Di masa sekarang, digitalisasi menjadi kata kunci yang amat penting bagi setiap aspek, utamanya untuk pelayanan publik di Indonesia. Pada konteks kali ini, termasuk dalam pengelolaan dan perizinan amil zakat. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas hal tersebut.

Perkumpulan Organisasi Pengelola Zakat (POROZ) mendorong digitalisasi yang menyeluruh untuk digitalisasi ini, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kemudahan akses bagi masyarakat. Digitalisasi adalah sebuah kemudahan yang haqqul yaqin dapat memberikan kemaslahatan kongkret terkait zakat.

BAZNAS mengklaim dalam 20 hari kerja rampung perihal alur permohonan rekomendasi lembaga amil zakat. Tapi, ada beberapa kontroversi yang terjadi perihal digitalisasi ini. Mulai dari sistem SIMBA (Sistem Manajemen Informasi BAZNAS) dan SIMZAT (Sistem Infomasi Zakat) yang menyebabkan duplikasi pekerjaan dan menyusahkan pelaporan. Perlu adanya ekosistem digital yang terintegrasi, di mana data dan proses dapat berjalan secara seamless. Dengan adanya integrasi, diharapkan akan ada peningkatan dalam pengalaman pengguna, baik bagi LAZ maupun muzakki (orang yang menunaikan zakat).

Selain itu, terdapat juga beberapa hambatan yang mengatakan bahwa digitalisasi ini menghambat penghimpunan zakat. Dikutip dari kompas.com, rekomendasi dari BAZNAS yang tidak tentu waktunya membuat keterlambatan dalam pemberian izin oleh Kementerian Agama karena harus menunggu lama.

Kritik yang timbul tidak hanya berhubungan dengan durasi waktu, tetapi juga dengan kestabilan dan efektivitas jalannya proses tersebut. Beberapa Lembaga Amil Zakat (LAZ) mengalami penundaan yang melebihi batas waktu yang telah ditetapkan, yang dapat mengganggu operasional LAZ, terutama dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat yang merupakan amanah dari umat.

Selain itu, tantangan sinkronisasi antara sistem informasi BAZNAS dan Kementerian Agama (Kemenag) juga menjadi sorotan. Meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama dalam memfasilitasi pengelolaan zakat, ketidaksesuaian sistem dapat menimbulkan ketidakseimbangan dan kebingungan bagi LAZ yang hendak mendaftar atau memperbarui perizinan mereka.

Kritik ini harus menjadi refleksi bagi BAZNAS untuk terus memperbaiki sistem dan prosedurnya. Penting bagi BAZNAS untuk tidak hanya fokus pada pencapaian target waktu, tetapi juga pada kualitas proses verifikasi dan pemberian rekomendasi. Dengan demikian, BAZNAS dapat memastikan bahwa LAZ yang mendapatkan rekomendasi benar-benar mampu dan layak dalam mengelola zakat dengan baik.

Di era digital saat ini, BAZNAS juga perlu mempertimbangkan pemanfaatan teknologi informasi untuk mempercepat dan meningkatkan proses perizinan. Penggunaan sistem informasi yang terintegrasi dan otomatisasi proses dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterlambatan dan meningkatkan transparansi.

Kesimpulannya, BAZNAS masih harus tetap memperbaiki terkait digitalisasi perizinan amil zakat. Walau mulai sudah menjajaki secara perlahan, namun membangun kepercayaan masyarakat dengan terus berinovasi dan meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih mudah, simpel, akurat, dan efektif membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat dan meningkatkan partisipasi umat dalam menunaikan zakat.*

 

*Penulis : Nur Hasan (Direktur Eksekutif POROZ)

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *